Kesehatan Dan Sexs

Perempuan Sensitif Lebih Puas Kehidupan Seksnya

Jakarta - Perempuan memang lebih mengandalkan perasaan ketimbang logika. Sifat ini bermanfaat untuk kehidupan asmara sebab penelitian menemukan bahwa perempuan yang perasa lebih puas kehidupan seksnya.

Namun bukan hanya sifat perasa saja yang penting bagi kehidupan seks. Pada dasarnya, perempuan dianugerahi memiliki 'kecerdasan emosional', yaitu kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan membaca perasaan orang lain. Kecerdasan inilah yang membantu perempuan meraih kehidupan seks yang lebih baik, yaitu 2 kali lipat lebih mungkin mengalami orgasme.

Tim peneliti dari King College London mengatakan ada untungnya bagi
wanita untuk menjadi orang yang gampang tersentuh. Menurut para peneliti, temuan ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memberikan manfaat yang besar dalam berbagai aspek kehidupan wanita, termasuk masalah seks.

Dalam penelitian yang dimuat Journal of Sexual Medicine ini, peneliti memberi pertanyaan kepada lebih dari 2.000 orang perempuan kembar yang berusia antara 18 - 83 tahun mengenai kehidupan seksnya.

Para peserta diminta menilai kemampuannya mencapai orgasme pada skala 7 poin. Para peserta juga diminta mengisi kuesioner yang dirancang untuk mengukur kecerdasan emosional dan sifat-sifat seperti empati, kemampuan mengekspresikan keinginan dan kepuasan. Ternyata, perempuan yang paling mudah tersentuh lebih sering mengalami orgasme.

"Kecerdasan emosi berdampak langsung pada fungsi seksual perempuan dengan mempengaruhi kemampuannya untuk mengkomunikasikan harapan dan keinginan seksualnya kepada pasangan," kata peneliti, Andrea Burri, psikolog dari King College seperti dilansir Daily Mail, Jumat (5/1/2013).

Kecerdasan emosional ini juga membuat perempuan lebih mudah berfantasi di tempat tidur. Penelitian lain menyimpulkan bahwa foreplay sebelum bercinta dapat menambahkan kenikmatan seksual bagi perempuan. Walau demikian,
kecerdasan emosional perempuan ini terkadang dapat terhambat.

"Cara kita mengekspresikan diri sangat mempengaruhi kebiasaan dan hubungan seksual. Dibutuhkan orang yang mau berkomitmen untuk mempelajari cara-cara baru berkomunikasi, terbuka akan keintiman dan untuk menempatkan dirinya secara emosional," kata Dr Pam Spurr, pakar seksologi dan penulis buku 'Sizzling Sex and Fabulous Foreplay'.
Sumber:detikhealth

Survei Phone Seks Dan Video Call Seks

Layanan Phone Sex "dating" di beberapa negara seperti di Eropa dan Amerika termasuk salah satu yang terlaris. Di negeri Paman Sam bahkan telah menaikkan ARPU (Avarage Revenue per Unit) pelanggan sampai 80 persen. Operator Vodafone pun berani meramalkan pendapatan dari layanan ini menembus pendapatan sampai 1,4 milyar dollar di tahun 2013.

Lantas bagaimana dengan perilaku "mobile dating" orang Indonesia? Benarkah ponsel kini menjadi fasilitas untuk berpacaran, atau bahkan selebihnya?

Berangkat dari pertanyaan ini lah, majalah FORSEL melakukan survei perilaku berpacaran menggunakan teknologi seluler ini. Sebanyak 100 orang menjadi responden. Mereka berada di usia 19 hingga 25 tahun, yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Mereka adalah dari kalangan mahasiswa dan pekerja yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya.

Ponsel rupanya diakui menjadi sarana ampuh untuk melakukan pendekatan. Yang mengaku melakukan pendekatan lewat ponsel sebanyak 85,4 persen. Sementara sebanyak 52 persen mengaku telah sukses menembus masa pendekatan berkat komunikasi intens melalui ponsel. Sukses pendekatan pun berlanjut kepada proses menjalin hubungan. Ponsel tidak hanya penting bagi mereka yang melakukan pacaran jarak jauh alias long distance relationship (20 persen), tapi juga yang berpacaran umumnya yaitu 65 persen.

Yang menarik dari riset ini fitur voice sudah bukan sarana untuk berkomunikasi mutlak. Walaupun operator sudah membanting tarif percakapan pun kurang diminati. Lihat saja hanya 15 persen saja yang menggunakan. Sementara Instant Messenger dan BlackBerry Messenger telah menggantikan fitur tersebut. persentasenya mencapai 21 persen, sedangkan SMS masih dominan yaitu 27 persen. Ada pula yang telah memanfaatkan Skype yang berbasis VoIP, walaupun jumlahnya minoritas sebesar 9 persen.

Di Indonesia, terutama di Jakarta, pengeluaran untuk membeli pulsa terbilang cukup tinggi. Menilik dari data yang diperoleh, sebagian besar menghabiskan biaya antara Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu. Mereka yang punya ARPU di kisaran ini mencapai 43 persen. Artinya, kebutuhan berpacaran ria memang harus difasilitasi. Jika dibandingkan dengan ongkos yang dikeluarkan untuk temu muka memang menjadi lebih kecil.

Lalu berapa lama waktu yang dihabiskan untuk mengontak si dia?

Tampaknya bagi pengguna waktu antara 1,5 jam hingga 3 jam sudah cukup. "Yang penting sudah cukup untuk mengetahui kabar, juga sekadar nunjukin rasa kangen," ujar salah seorang responden. Mereka yang mengaku cukup puas dengan durasi "pertemuan" via seluler selama itu sebanyak 28 persen. Meski pun toh jumlahnya terpaut sedikit dengan yang membutuhkan berjam-jam (lebih dari 5 jam sehari) mencapai 21 persen.

Waktu pacaran dunia nirkabel ini pun mayoritas dilakukan malam hari, tepatnya antara pukul 19.00 hingga tepat tengah malam. Mereka yang menghabiskan waktu di kurun tersebut sebanyak 70 persen. Data ini bisa diasumsikan bahwa pengguna sudah tidak melakukan banyak aktivitas, sehingga kesempatan memanfaatkan waktu luang ini pun dipakai untuk berhalo-halo ria dengan pasangan.

Fakta lain yang cukup mengejutkan adalah bahwa pengguna ponsel memanfaatkan "mobile dating" sekaligus melakukan "sex by phone". Sebanyak 40 persen pernah melakukan telepon seks dengan pacarnya. Dari jumlah ini jumlah pria lebih banyak yaitu 58,4 persen, sementara wanita yang mengaku pernah melakukan sebanyak 41,4 persen.

Jika voice call tak tinggi untuk pemakaian pacaran seluler, justru sebaliknya dengan seks seluler. Fitur percakapan adalah paling dipakai, yaitu sebanyak 32 persen. Bahkan video call (percakapan video) pun meningkat pemakaiannya, yaitu 22 persen.

Lalu, apakah normal perilaku semacam ini, lantaran fasilitas tersedia secara personal?

Lita Gading, psikolog cantik itu mengatakan bahwa perilaku seperti ini merupakan salah satu kelainan seksual. Bahkan tidak mustahil akan membuat pelakunya menjadi ketergantungan. "Mereka ini umumnya yang memiliki kepribadian introvert. Di saat mereka malu untuk berhadapan secara langsung, dia pun memanfaatkan media seperti ponsel, chat untuk melampiaskan keinginannya," ujarnya.

Jika tidak segera berhenti, pelakunya, masih kata Lita, akan menimbulkan efek negatif luar biasa. "Di luar kelaziman," tegasnya.

Memang, ponsel telah menjadi perangkat pribadi. Berbeda dengan telepon rumah yang dulu dipakai secara bersama dalam satu keluarga. Munculnya berbagai fitur dan aplikasi ikut menjadi media baru untuk lebih menyamankan kita sebagai pengguna. Termasuk pula tarif yang semakin terjangkau.

Sepanjang bahwa pemakaian ponsel untuk keperluan yang wajar dan normal, meski dalam konteks berpacaran, mustinya akan membatasi untuk tidak berperilaku "miring". Seperti yang diungkapkan Lita Gading, kelainan perilaku. Ponsel adalah perangkat personal yang tentulah dipakai untuk kepentingan yang proposional

Onani Menurut Medis

Para ahli mengatakan, sebagian besar lelaki  pernah melakukan masturbasi, entah untuk mengurangi stres, membantu tidur nyenyak, dan lain sebagainya.

Ada hal-hal medis yang mungkin belum pernah diketahui tentang masturbasi. Inilah 5 hal penting tentang masturbasi yang perlu diketahui para pria:

1. Tak ada istilah "masturbasi abnormal"

Pria kerap kali bertanya apakah ada sesuatu yang abnormal dengan cara mereka masturbasi. Para ahli sendiri enggan mendefinisikannya dalam kata "normal" atau "abnormal", tetapi mereka menyatakan bahwa pria melakukannya dengan frekuensi dan teknik yang sangat bervariasi.

"Sebagai manusia, kita terlalu beragam untuk menerapkan sebuah norma tertentu mengenai masturbasi yang normal atau tidak," kata Betty Dodson, PhD, seksolog dari New York sekaligus penulis buku Sex for One.

"Setiap orang melakukan masturbasi dengan caranya sendiri. Apakah ia menggunakan tangannya, menggosokkan pada sesuatu, menggunakan mainan seks atau obyek rumah tangga, mengenakan pakaian khusus, berfantasi, melihat sebuah buku atau majalah, mencoba posisi yang berbeda, atau melihat dari cermin," kata Martha Cornog, penulis The Big Book of Masturbation.

2. Awas! Masturbasi tak sepenuhnya aman.

Tidak seperti seks dengan pasangan, masturbasi tidak menularkan penyakit seksual. Anda juga tidak akan mengalami ketegangan otot, kantung mata akibat kelelahan, dan rasa canggung yang sering dihadapi ketika berhubungan intim dengan pasangan.

Namun, masturbasi pun tak sepenuhnya dijamin aman. "Masturbasi hanyalah aktivitas seks paling aman yang pernah ada. Tapi, hukum fisika dan biologi tidak akan berhenti mengatakan bahwa masturbasi aman hanya karena masturbasi biasa dilakukan," kata Cornog.

Rata-rata pria mengetahui, apabila mereka keseringan melakukan masturbasi atau terlalu kuat saat melakukannya, maka hal itu dapat mengiritasi kulit penis. Di sisi lain, pria kurang mengetahui bahwa kebiasaan melakukan onani dengan keadaan telungkup, misalnya dengan menekan pada bantal atau bahkan karpet lantai, bisa melukai uretra. Oleh sebab itu, pengeluaran urine dari penis tidak seperti biasanya, tetapi menyemprot dengan keras sehingga sulit dikendalikan.

Barbara Bartlik, MD, psikiater dan terapis seks di New York, mengatakan, dia melihat pria yang menderita trauma uretra yang parah karena masturbasi dengan cara telungkup sehingga ia tidak lagi dapat menggunakan toilet berdiri tapi harus buang air kecil sambil duduk.

Dalam kasus tertentu yang sangat langka, masturbasi atau berhubungan seks dengan pasangan juga dapat menyebabkan fraktur penis. Kondisi yang menyakitkan ini terjadi karena sobekan di bagian albuginea tunika (jaringan putih yang mengelilingi lapisan spons penis) akibat penis yang sedang ereksi mengenai benda keras atau dipaksa menekuk ke bawah. Dalam keadaan darurat, hal ini sering kali berakhir dalam kondisi harus dioperasi.

3. Seks sendiri mengubah kehidupan seks Anda atau sebaliknya.

Untuk berbagai alasan, seks kala sendiri dapat memberi manfaat. Masturbasi dapat membantu mengenali respons seksual Anda sendiri—apa yang dirasakan baik bagi Anda dan apa yang tidak—sehingga Anda akan lebih mampu menjelaskan kepada pasangan mengenai sentuhan yang tepat.

Ini juga membantu Anda belajar untuk mengenali saat "yang tak bisa dihindari" tepat sebelum orgasme dan membantu mengajari pasangan bagaimana menghindari ejakulasi dini.

Mungkin yang paling signifikan, masturbasi adalah mekanisme atau solusi terbaik bagi pria yang tidak dapat melakukan hubungan seks sementara di saat pasangannya sakit, atau sedang menstruasi, atau memeliki dorongan seks yang tak sesuai dengan dirinya sendiri.

Bagi sebagian pria, "seks solo" dapat menjadi sebuah obsesi sehingga mereka mulai kehilangan gairah bercinta dengan pasangan mereka. Perasaan sakit hati dan keterasingan pasangan akibat obsesi "seks solo" akan membuat Anda sulit mempertahankan hubungan.

Para ahli menekankan, masturbasi sah-sah saja bahkan untuk para pria yang sudah berkomitmen. "Kita tidak dapat berasumsi bahwa hanya karena seorang pria masturbasi, maka itu akan menuai masalah terhadap hubungan primernya," kata Bartlik.

4. Beberapa teknik masturbasi atau onani dapat memicu disfungsi seksual.

Para ahli memperingatkan, pria yang sering merangsang dirinya dengan cara yang tidak mensimulasikan seks dengan pasangan (misalnya, membelai sangat cepat atau dengan tekanan besar atau gesekan) bisa mengidap gangguan ejakulasi. Dengan disfungsi seks tersebut, seseorang akan kesulitan atau bahkan tidak mungkin mencapai klimaks selama berhubungan seks dengan pasangan.

"Siapa pun yang mengalami disfungsi seksual harus bertanya kepada dirinya sendiri apakah ia melakukan masturbasi dengan cara-cara yang menimbulkan sensasi berbeda dari yang diperoleh dari tangan, mulut, atau vagina pasangannya. Lalu ia harus memperhitungkan apa yang dapat merangsang pasangan Anda dan mengubah cara masturbasi Anda untuk membuatnya seperti yang diinginkan pasangan," kata Michael A Perelman, PhD, profesor psikiatri dan urologi dari Weill Cornell Medical College di New York.

5. Masturbasi dapat memengaruhi risiko kanker prostat
Sebuah studi yang dilakukan di Australia tahun 2003 dan dipublikasikan  BJU International menyatakan, ejakulasi terkait dengan penurunan risiko kanker prostat di kemudian hari.

Namun, dalam studi tahun 2004 yang diterbitkan dalam The Journal of American Medical Association, seorang peneliti melaporkan bahwa "frekuensi ejakulasi tidak berkaitan dengan peningkatan risiko kanker prostat." Dalam kedua studi ini, frekuensi ejakulasi termasuk berhubungan seksual dengan pasangan dan masturbasi.

Sementara itu, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Januari lalu dalam BJU International menunjukkan bahwa pria muda yang sering masturbasi berisiko lebih tinggi mengidap kanker prostat. Namun, apabila pria lebih tua sering  masturbasi, hal itu akan menurunkan risiko kanker prostat. Adapun berhubungan seksual dengan pasangan tidak menjadi faktor terhadap risiko terkena kanker prostat.

Para peneliti berasumsi bahwa masturbasi bukan satu-satunya yang dapat memicu risiko kanker prostat pada pria yang sering masturbasi di usia 20-an dan 30-an. Pria sering melakukan masturbasi karena memiliki kadar hormon seks yang tinggi. Pria muda yang secara genetis cenderung memiliki hormon yang sensitif pada kanker prostat tentu berisiko tinggi bila hormon seks mereka berlebih.

Sementara itu, pria berusia di atas usia 50 tahun dan sering melakukan masturbasi ternyata membantu mengeringkan cairan prostat yang mungkin mengandung zat-zat pemicu kanker.

health.kompas.com

Masturbasi

Menurut Deidre, jika ada seseorang mengalami masalah untuk mencapai orgasme, biasanya mereka dianjurkan untuk mempelajari cara masturbasi. Hal itu dilakukan, agar mereka mendapatkan pengetahuan mengenai apa yang membuat mereka puas. Mereka pun diharapkan dapat mengkomunikasikan hal itu pada pasangan masing-masing.

Bahkan jika Anda tidak memiliki masalah seperti itu, adalah hal yang normal untuk orang dewasa untuk terkadang menikmati masturbasi. Jika ada yang bilang bahwa Masturbasi dapat membuat Anda kehilangan hasrat pada pasangan akan hilang itu bohong. Yang bermasalah bukan perilaku masturbasinya, melainkan alasan seseorang untuk masturbasi. Jika memang ia maturbasi karena tidak bisa mendapatkan kepuasan dari pasangan, itu berarti hubungan mereka yang bermasalah.